Tapi jika dicermati, apa yang diungkapkan Hendardji juga tidak sepenuhnya salah. Sebab, jika melihat sepak terjang timnas PSSI sepanjang 15 tahun terakhir, nyaris tak ada prestasi yang membanggakan.
Terakhir, timnas SEA Games babak belur seakan tanpa taring saat menghadapi negara-negara yang.....
sebelumnya dianggap kelas tiga seperti Laos dan Myanmar. Begitu juga dengan klub-klub liga domestik diajang AFC Cup atau Champions League Asia. Sriwijaya FC, Persipura dan Persiwa yang menjadi wakil Indonesia, justru menjadi bulan-bulanan tim Asia lainnya.
Jadi, cukup wajar jika mayoritas insan sepakbola tanah air sangat kecewa atas prestasi ini......
Nah, dari latar belakang itulah juga, Presiden SBY sempat menyatakan PSSI harus segera berbenah diri sehingga muncul wacana sebuah sarasehan sepakbola nasional yang pada akhirnya berkembang menjadi Kongres Sepakbola Nasional yang rencananya digelar 30-31 Maret mendatang di Malang.
Seakan disambar petir, PSSI sempat meradang dengan perkembangan itu dari sarasehan bergulir menjadi sebuah Kongres. Apalagi, dalam kongres nanti muncul sebuah wacana untuk melengserkan Nurdin Halid selaku Ketua Umum PSSI sebagai masukan. Maklum, wacana tersebut muncul akibat menurunnya prestasi yang diraih timnas selama kepemimpinan Nurdin.
Akibatnya, PSSI menganggap ada upaya penggembosan yang dipolitisasi dengan cara melengserkan Nurdin dari acara Sarasehan yang berubah menjadi Kongres tersebut. Bahkan, melihat gelagat ini, PSSI Jatim menyatakan siap membubarkan dan mengusir Kongres tersebut dari Malang.
"Kalau tujuannya politik, ini bahaya untuk sepakbola ke depan. Sepakbola adalah warna, jangan dijadikan satu warna. Kalau kontennya 'like and dislike', maka caranya jangan seperti itu. Mau diskusi, debat dan berantem pun kita siap. Perang pun kita siap. Tidak hanya perlawanan otak, kalau ajak berantem ya berantem. Jangankan kita bubarkan, lebih baik kita usir saja dari Malang. Kita tidak mau menjadi saksi sejarah pendzoliman organisasi," papar Haruna Soemitro, Ketua PSSI Jatim saat itu.
Memang, apa yang dikatakan Haruna juga benar, pemerintah dilarang keras melakukan intervensi internal PSSI. Dan sebagai organisasi sepakbola tertinggi di Indonesia, PSSI adalah lembaga independen yang mendapat perlindungan penuh dari FIFA, organisasi sepakbola tertinggi di dunia.
Kalaupun pemerintah nekat melakukan intervensi, maka tidak mustahil sepakbola Indonesia akan kiamat karena akan dikucilkan dari dunia sepakbola internasional yang dalam hal ini dibawah naungan FIFA.
Itu artinya, semua kegiatan sepakbola Indonesia di kancah internasional, akan terhenti karena PSSI dianggap tidak independen lagi. Sebab, pergantian kepengurusan PSSI hanya bisa dilakukan oleh anggota internal PSSI sendiri, tanpa ada campur tangan pihak luar.
Namun, kembali melihat sisi prestasi sepakbola nasional, tentunya peran pemerintah bukan tanpa andil. Contohnya saja, proses bidding Indonesia sebagai host Piala Dunia 2022, tanpa rekomendasi dan dukungan pemerintah, PSSI akhirnya dicoret sebagai salah satu calon tuan rumah.
Begitu juga dengan beberapa agenda lainnya. Yang terdekat saja misalnya, SEA Games 2011 di Indonesia. Pemerintah bisa saja melalui KONI/KOI atau Panitia Besar SEA Games 2011 di Indonesia, mencoret sepakbola sebagai cabang olahraga yang dipertandingkan dengan alasan minim prestasi dan efisiensi anggaran.
Bahkan yang paling ekstrem, bisa saja pemerintah tidak lagi mengesahkan PSSI sebagai organisasi sepakbola tertinggi di Indonesia. Dan sebaliknya, pemerintah justru mengakui organisasi sepakbola serupa alias PSSI tandingan yang mungkin muncul dari profesional yang juga bertekat memajukan citra sepakbola nasional.
Apalagi, untuk melakukan revolusi kepengurusan bisa digelar Munaslub sesuai pasal 10 No 1.d yang menyatakan pentingnya Munaslub untuk membahas permasalahan khusus dan mendesak lainnya yang dapat membahayakan organisasi dan persepakbolaan Indonesia.
Sedangkan kalau diliat secara mendalam, persoalan sepakbola nasional sebenarnya bukan cuma minimnya prestasi tim nasional saja. Sebab persoalan wasit, dugaan suap, tawuran antar suporter serta semua komponen yang dianggap tidak profesional, menjadikan persepakbolaan nasional berwarna hitam kelam.
Namun, bukan berarti dengan hal ini pemerintah bisa seenaknya saja menjajah PSSI. Jangankan pemerintah, KONI selaku induk semang semua organisasi olahraga di Indonesia, juga demikian.
Hanya saja, jika melihat kompleknya permasalahan itu, PSSI juga harus sadar diri bahwa ada yang salah dalam organisasi kepengurusannya. Buktinya, hal itu juga yang mengusik keprihatinan Presiden SBY. Bahkan kalau boleh jujur, hampir semua insan sepakbola Indonesia pasti akan berkata ada yang tidak beres pada persepakbolaan kita, sepakbola Indonesia.
Nah, demi prestasi sepakbola Indonesia di pentas dunia yang sejak tahun 1994 lalu saya dengar gaungnya dan sampai saat ini masih jalan di tempat, bahkan menurut Komandan Pelatnas KONI/KOI, Hendardji Soepandji masih selevel tingkatan kabupaten, tidak ada salahnya PSSI melakukan perombakan besar-besaran atau revolusi.
Berikan kepercayaan kepada profesional muda yang siap menjalankan roda kepengurusan demi kemajuan sepakbola nasional. Indonesia boleh saja dicoret dari proses bidding tuan rumah Piala Dunia 2022, tapi dengan revolusi besar-besaran itu, siapa tahu justru pada tahun 2018 atau 2022, Indonesia tidak perlu menjadi tuan rumah tapi justru lolos ke Putaran Final Piala Dunia. Ini yang menjadi cita-cita rakyat sepakbola Indonesia. Semoga...!!! [kuntoro rido astomo-beritajatim.com] Kediri 99out of 100 Review of : VivaPersik Jumlah Voting : 9999 Orang. Kediri Kuliner Prediksi Bola Jersey