Selamat Datang di Viva Persik
Info Seputar Kediri dan sekitarnya, Persik Kediri dan Persikmania

BOPI Harus Mengayomi, Bukan Menghakimi

Kediri, Kediri, Kediri, Berita Seputar Kediri dan sekitarnya

Anggota Komisi X DPR RI, Moreno Soeprapto, menyarankan Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) menjadi pendamping bagi klub-klub Indonesia Super League (ISL), bukan malah jadi ‘hakim’ yang merongrong dunia pesepakbolaan nasional.

"Sarannya itu (BOPI) lebih kepada pendamping dan tujuannya mulia supaya liga ini lebih baik," ujar Moreno, Minggu 15 Maret 2015.

Salah satu cara untuk mendampingi, adalah mengajarkan kepada klub bagaimana cara penyusunan laporan pajak pemain. "Tentang isu mengenai pajak, kirimlah (orang BOPI), ajarkan setiap klub itu bagaimana menyusun pajak," tegasnya.

Begitu juga dengan persoalan lain yang dipermasalahkan BOPI. Jangan sampai klub dihakimi tanpa diberi solusi dan diajarkan cara mengatasi persoalan.

Ia berharap, BOPI tidak campur tangan jauh melebihi kewenangannya. Apalagi jika ISL sampai terhenti. "Kepentingan nasionalnya jangan sampai liga kita terobok-obok. Jangan sampai liga kita terganggu," jelasnya.

Jika liga diundur lagi, bahkan sampai dihentikan, ia khawatir FIFA akan memberi sanksi bagi Indonesia. "Kalau itu terjadi yang rugi banyak, pemain, klub, masyarakat," tutur mantan pembalap tersebut.

Ia pun berharap tak ada konflik kepentingan apalagi politik dalam kekisruhan pesepakbolaan Indonesia. "Urusan politik atau konflik jangan sampai dampaknya ke liga. Sportif-lah, jangan sampai liga itu terhenti," tandas Moreno.

(sumber: Okezone.com)
Baca Selengkapnya ...

Persik Masih Terganjal Legalitas dan Financial

Kediri, Kediri, Kediri, Berita Seputar Kediri dan sekitarnya

Langkah Persik Kediri mengikuti kompetisi Divisi Utama belum sepenuhnya aman. Rencananya, akhir Maret ini kontestan kompetisi kasta kedua bakal menjalani verifikasi sebelum dinyatakan layak bertarung, walau jadwal kompetisi level ini belum ditentukan.
Dengan demikian Persik akan menjalani dua verifikasi, setelah sebelumnya tersungkur di verifikasi level Indonesia Super League (ISL). Lantas, setelah gagal berjibaku di ISL, akankah tim berjuluk Macan Putih bakal lebih mudah dalam verifikasi Divisi Utama?

Belum tentu. Persik masih memiliki beberapa problem yang berpotensi besar menjadi ganjalan dalam verifikasi nanti. Salah satunya dan paling fundamental adalah aspek finansial. Sejauh ini Persik belum memiliki sumber dana alias sponsor yang pasti.

Sebelumnya memang ada niatan dari PT. Gudang Garam untuk memberikan bantuan kepada Macan Putih. Juga ada dana patungan dari suporter Persikmania. Namun hingga saat ini belum jelas bagaimana nasib dua sumber dana tersebut.

Ditelisik lebih jauh, Persik juga kurang lengkap dalam aspek legal atau dokumen klub. Selama ini pengelola tim kebanggaan Kota Tahu tercatat atas nama PT. Bola Mandiri. Namun nama tersebut tidak tercantum dalam situs Departemen Hukum dan HAM (Depkumham).

Belum ada statemen dari manajemen terkait persoalan tersebut. Salah satu sumber di internal Persik hanya mengakui masih ada persoalan dalam finansial dan legal saat verifikasi nanti. "Memang masih ada masalah. Paling utama jelas finansial," kata sumber tersebut.

Jika kembali gagal verifikasi, maka bakal sangat memalukan bagi Persik Kediri dan tentunya semakin membuat Persikmania marah. Setelah gagal verifikasi ISL saja sebagian besar suporter sudah menuding manajemen kurang serius dalam pengelolaan tim.

Kerugian lain adalah tidak jelasnya nasib tim yang sudah dibangun kembali oleh pelatih Agus Yuwono. Persik pernah mengalami pembubaran tim dan staf kepelatihan Macan Putih harus memunguti puing-puing hingga kini mulai terbentuk lagi. Disinggung peluang Persik lolos verifikasi, Agus Yuwono menolak berkomentar soal itu.

"Tugas saya membentuk tim dan mempersiapkan kekuatan untuk Divisi Utama. Untuk verifikasi itu wewenang manajemen. Saya tetap berpikir Persik akan bermain di Divisi Utama," jelas Agus.

(sumber:Koran Sindo)
Baca Selengkapnya ...

Anggota BOPI untuk ISL Pernah Palsukan Dokumen

Kediri, Kediri, Kediri, Berita Seputar Kediri dan sekitarnya

Tim verifikasi BOPI (Badan Olahraga Profesional Indonesia) dipercaya untuk “menguliti” klub-klub Indonesia Super League sebelum bisa tampil di kompetisi tahun ini. Ironisnya, mereka yang dipercaya menjadi anggota tim verifikasi BOPI adalah wajah-wajah yang sesungguhnya tak asing dalam persepakbolaan Indonesia dan pernah punya catatan buruk.

Sejumlah nama di tim verifkasi BOPI pernah masuk dalam struktur kepengurusan PSSI ketika Djohar Arifin Husin baru ditunjuk sebagai Ketua Umum PSSI pada 2011. Selain itu, terdapat juga staf PT Liga Prima Indonesia Sportindo, operator Indonesia Primer League (IPL), yang masuk dalam tim verifikasi BOPI.

Salah satu anggota Tim verifikasi BOPI adalah Llano Mahardika, yang sebelumnya menjabat sebagai staf departemen kompetisi PT LPIS, operator untuk Liga Prima Indonesia atau LPI. Llano punya catatan buruk. Dirinya pernah terlibat kasus pemalsuan dokumen transfer untuk Titus Bonai ke klub Thailand, BEC Tero Sasana.

PT LPIS mengganjar Llano dengan hukuman yang tergolong ringan, yakni skorsing selama tiga bulan. Kala itu, PT LPIS punya alasan tersendiri menghukum ringan mantan CEO Persebaya 1927 tersebut.

Kompetisi LPI sendiri akhirnya harus bubar jalan setelah sejumlah masalah yang menimpa, termasuk tunggakan gaji pemain, jadwal pertandingan yang berantakan, dan tak adanya dana untuk melanjutkan kompetisi.

Selain itu, LPI juga masih meninggalkan sejumlah masalah, termasuk masalah isu suap, dan pemain asing yang meninggal karena tak punya biaya pengobatan akibat gajinya yang tak dibayar.

Pada sisi lain, nama Fachri Sinaga pernah terdaftar sebagai Direktur Marketing PSSI pada 2012-2013. Setelah Kongres Luar Biasa PSSI pada 17 Maret 2013 di mana kepengurusan berganti, Fachri terdepak dari PSSI dan namanya tiba-tiba muncul sebagai anggota tim verifikasi BOPI untuk ISL.

Pada akhirnya, tidak mengherankan bila muncul suara-suara miring menyoal independensi BOPI dalam melakukan verifikasi kelengkapan administratif dan profesional klub-klub peserta ISL 2015. Harus terus ditunggu ke mana bola liar kini mengarah agar kompetisi di Tanah Air tidak keluar dari relnya.
(sumber: liputan6.com)
Baca Selengkapnya ...

Manajemen Persik Kediri Berubah Pikiran

Kediri, Kediri, Kediri, Berita Seputar Kediri dan sekitarnya

Persik Kediri sempat membubarkan tim dan berniat vakum di kompetisi selama setahun. Namun, manajemen Macan Putih akhirnya berubah pikiran dengan kembali ikut kompetisi.

Manajemen berhasrat mempertahankan eksistensi Persik di kompetisi profesional setelah dinyatakan gagal verifikasi Indonesia Super League (ISL). Dasar pemikirannya, belum ada jaminan kondisi finansial tim akan berubah signifikan walau nantinya absen dari kompetisi. Kini manajemen menyusun rencana kemungkinan mengikuti level Divisi Utama 2015, diawali seleksi pemain anyar mulai awal Februari.

"Kami berpikir sebaiknya memang tetap eksis di kompetisi. Rencananya akan ada pembentukan tim awal Februari nanti dimulai dengan seleksi pemain. Saat ini sebagian pemain lama masih ada di Kediri dan bisa dioptimalkan,"ujar Barnadi, sesepuh di manajemen Persik.

Pihaknya optimistis secara finansial mampu menghidupi tim di level Divisi Utama. Terutama setelah ada sinyal positif dari PT. Gudang Garam yang siap membantu, serta dukungan Pemerintah Kota Kediri dan Persikmania. "Kalau untuk Divisi Utama mungkin mampu,"kata dia.

Ini adalah langkah maju-mundur yang ditempuh Macan Putih dan sebenarnya membawa efek kurang baik pada tim. Sebelumnya manajemen memutuskan tim bubar dan membiarkan para pemain bergabung dengan tim lain, sehari setelah ada vonis gagal verifikasi dari PT. Liga Indonesia.

Saat itu manajemen memutuskan akan mengistirahatkan tim dan baru akan kembali pada 2016 nanti. Namun, setelah kehilangan banyak pemain, kini manajemen berniat ikut kompetisi bakal kembali melakukan seleksi pemain baru untuk Divisi Utama 2015.

Padahal jika tak membubarkan tim, sebenarnya tim ungu memiliki aset bagus kalau hanya bertanding di kasta kedua. Sejumlah pemain terbilang loyal di Stadion Brawijaya, sebut saja Qischil Gandruminny, Faris Aditama, Asep Budi, hingga Rendy Saputra. Kini mereka telanjur berkostum lain.

"Kondisinya waktu itu memang tidak menentu. Kami sendiri menyadari bahwa Persikmania ingin timnya tetap eksis, walau harus bermain di Divisi Utama lagi. Karena banyak yang mendukung Persik tetap jalan, kami berupaya melakukan yang terbaik,"kata Barnadi.

(SindoNews.com)
Baca Selengkapnya ...

Manajemen Persik Kediri Berharap Sedekah Persikmania

Kediri, Kediri, Kediri, Berita Seputar Kediri dan sekitarnya

Persik Kediri tampaknya sudah kehabisan akal untuk mendapatkan dana segar dalam jumlah besar. Langkah terakhir untuk mempertahankan tim agar tetap eksis di kompetisi adalah meminta “sedekah” dari supporter Persikmania dan pihak yang peduli.

Mengumpulkan sumbangan dari suporter merupakan langkah paling masuk akal sejauh ini. Sebab berharap pada PT Gudang Garam dan Pemerintah Kota Kediri belum mendapatkan sebuah kepastian tersedianya dana yang nyata secara nominal.

Manajer Persik Anang Kurniawan mengakui peran suporter sangat vital dalam kondisi seperti ini. Manajemen menurutnya sudah tak kurang upaya untuk mendekati sumber dana potensial di Kota Kediri, namun hasilnya tak membuat Macan Putih lolos verifikasi finansial.

"Tampaknya itu solusi yang bisa direalisasikan. Manajemen bisa bekerjasama dengan pihak bank untuk membuat rekening khusus agar Persikmania dan pihak-pihak yang peduli Persik bisa menyumbang. Kalau Persikmania setuju, konsep itu akan dijalankan," sebut Anang Kurniawan.

Ditambah kesediaan PT Gudang Garam untuk memberikan bantuan, dia optimistis konsep itu bisa menghidupi tim ungu di Divisi Utama 2016 nanti. "Divisi Utama butuh sekitar Rp4-5 miliar, saya yakin bisa tertutup kalau supporter mendukung penuh," tambahnya.

Namun konsep “sedekah” Persikmania tersebut masih menyisakan keraguan bagi beberapa kalangan supporter. Terutama soal pengawasan aliran dana yang nantinya terkumpul. "Yang rawan masalah adalah penggunaan dana dan pertanggungjawabannya'" ucap Yusuf Edi, Persikmania Gringging.

"Persikmania sudah bayar tiket ketika menonton di Stadion Brawijaya, kemudian masih membayar patungan. Kasihan kalau kemudian pengelolaannya asal-asalan. Kalau memang sudah siap mengelola sistem tersebut secara profesional, sebenarnya bagus juga," tambah dia.

Jika hanya dipersiapkan secara instan, Yusuf khawatir risikonya justru lebih besar lagi karena menyangkut banyak orang. "Sekarang saja banyak yang gak percaya ke manajemen. Apakah ada jaminan dana yang terkumpul nantinya tak diselewengkan?" katanya berlogika.

(SindoNews.com)
Baca Selengkapnya ...

Persik Kediri dan Jebakan Sepak Bola

Kediri, Kediri, Kediri, Berita Seputar Kediri dan sekitarnya
Saya pernah bertanya ke Ahn Jung-hwan, saat itu salah seorang pemain dengan bayaran termahal di Asia, dengan gaji sebesar yang dia miliki, apa yang kira-kira bisa dia lakukan di Kediri, kota yang harga semangkuk sotonya hanya sekitar Rp 4 ribu dan kehidupan malamnya selesai setelah pukul 21.00 WIB ?

Ketika itu, 19 Mei 2004, Ahn bersama timnya klub Jepang Yokohama F. Marinos, tengah melawat ke Kediri untuk melakoni laga penyisihan grup Liga Champions Asia melawan Persik. Dan, saya bersama beberapa wartawan saja diberi waktu khusus mewawancarai pemain yang diusir dari klub Italia Perugia setelah mencetak gol kemenangan Korea Selatan atas Italia dibabak 16 besar Piala Dunia 2002 tersebut.

Ahn tak menjawab pertanyaan saya. Lebih tepatnya, barangkali, tak bisa menjawab. Dia hanya menggeleng sembari sedikit tersenyum. Wajar. Untuk seorang pemain yang ketika itu dibayar USD 500 ribu (sekitar Rp 4,2 miliar dengan kurs saat itu) per musim, Kediri ribuan tahun cahaya bedanya dengan Seoul, Yokohama, atau Perugia sekalipun.

Tapi, justru di situlah poinnya. Sepak bola bisa mendatangkan kebanggaan tak terkira untuk kota seperti Kediri. Sebuah kota yang tak punya bandara dan jarak dari ibu kota provinsi masih tiga jam perjalanan darat.

Sepak bola yang bisa membuat warga Kota Tahu itu, ketika menghadapi orang yang kesulitan membayangkan letak geografis Kediri, tinggal bilang, “Itu tuh kota yang dua kali menjuarai Liga Indonesia.”

Ya, dua kali. Lebih banyak dari Persija Jakarta atau PSM Makassar dan sejajar dengan Persib Bandung serta Persebaya Surabaya. Dan, kita tahu, mereka adalah klub-klub legendaris tanah air dan berbasis di kota-kota besar.

Saya menyebut itu kebanggaan tak terkira karena saya teringat sebuah adegan di film Cidade de Deus alias City of God saat Buscape, karakter utama di film tentang kehidupan di salah satu favela di Rio de Janeiro tersebut, mendapat tumpangan dari seorang pria asal Sao Paulo.

“Anda dari Sao Paulo?” tanya Buscape

“Ya,” jawab si pria yang memberi tumpangan.

“Anda pasti orang kaya,” ujar Buscape lagi.

Di Brasil, Anda tahu, Sao Paulo dikenal sebagai pusat perekonomian. Ada sinisme atau kecemburuan umum yang berkembang di Negeri Samba itu, seperti tersirat dari pertanyaan Buscape, yang menganggap siapa saja yang berasal dari metropolitan berpenduduk lebih dari 20 juta jiwa tersebut pastilah mapan secara finansial.

Dan, Brasileiro dari luar Sao Paulo hanya bisa melawan apa yang mereka persepsikan sebagai ketimpangan perekonomian itu melalui sepak bola. Maka, orang Rio, misalnya, begitu membanggakan Palmeiras yang merupakan klub paling populer di Brasil. Atau Maracana, stadion yang mendapat julukan kuil sepak bola, tempat dua final Piala Dunia digelar.

Sepak bola juga yang membuat warga Porto Alegre khususnya, dan Rio Grande do Sul, negara bagian paling selatan di Brasil, umumnya, bisa menepis stigma sebagai wilayah koboi dengan bakat membangkang. Dua klub jagoan mereka, Gremio dan Internacional, sama-sama pernah menjadi juara dunia. Dari sana pula, dari wilayah yang pernah memberontak dan memproklamirkan kemerdekaan itu, lahir Ronaldinho yang di masa jayanya seperti seorang penari balet di lapangan hijau.

Sepak bola bagi kota-kota seperti Kediri, Rio, atau Porto Alegre menjadi semacam identitas perlawanan. Atau kalau boleh mengutip James C. Scott, merupakan “senjata kaum lemah.” Sarana untuk mengentuti siapa saja yang berada di atas sana karena banyaknya uang di saku, baju tren terbaru yang dikenakan, atau mobil mengkilat yang dikendarai.

Tapi, di sisi lain, di situ pula jebakan sepak bola itu berada. Kebanggaan seperti yang melambungkan Kediri itu pada akhirnya juga membutakan. Lupa dengan keterbatasan kekuatan perekonomian dan daya dukung wilayah untuk menghidupi sebuah klub profesional di kompetisi level teratas.

Bagaimana mungkin mengharapkan Kediri yang hanya berada di urutan ke-12 dari 20 kota dan kabupaten di Jawa Timur dengan pendapatan per kapita tertinggi dalam data BPS 2013 bisa merawat sebuah klub yang kebutuhan tiap musim mencapai puluhan miliar dan terus meningkat dari waktu ke waktu ?

Dengan mengubah Persik menjadi sebuah PT dan mengoperasikannya murni sebagai entitas bisnis ? Anda pasti tahu betapa konyolnya harapan tersebut. Sudah dua dekade Liga Indonesia berjalan, klub-klub peserta hanya bisa hidup dari saweran donatur atau kebaikan hati para owner yang bergelimang duit.

Antusiasme penonton memang tinggi. Tapi, sulit berharap para sponsor bisa antusias menjalin kerja sama kalau tiap musim liga kita tak pernah lepas dari berbagai kebrengsekan. Plus absennya transparansi pengelolaan keuangan.

Karena itu, dicoretnya Persik Kediri dan Persiwa Wamena dari Indonesia Super League 2015, barangkali, adalah blessing in disguise. Sebuah kesempatan berefleksi bagi kedua tim itu, maupun klub-klub lain: benarkah mereka mampu menghidupi diri secara profesional ?

Toh kebanggaan bagi sebuah kota bisa datang dari mana saja. Salatiga, contohnya, tak punya klub profesional. Tapi, orang selamanya akan mengenang diklat di kota kecil nan dingin di Jawa Tengah itulah yang telah menelurkan Kurniawan Dwi Julianto, Gendut Doni, dan Bambang Pamungkas.

Langkah itu pula yang ditempuh Desportivo Brasil. Klub yang berdiri di Porto Feliz, sebuah kota kecil di Negara Bagian Sao Paulo itu, memilih berkonsentrasi pada pembinaan pemain muda, bukan prestasi di liga. Hasilnya, mereka sukses menggaet sejumlah klub besar Eropa untuk berkolaborasi sekaligus pasar buat mendistribusikan pesepak bola hasil didikan.

Untuk apa sebuah kota memaksakan diri mengelola sebuah klub sepak bola profesional kalau yang lebih banyak tersedia di wilayah mereka justru bakat-bakat di bulu tangkis, bola voli, basket, dayung, atau renang, misalnya? Menelurkan atlet yang bisa merebut medali di SEA Games—apalagi Asian Games dan Olimpiade—tak kalah membanggakan (atau malah mungkin jauh lebih membanggakan) ketimbang memiliki tim yang berlaga di ISL tapi di-uri-uri dengan cara yang tak rasional.

Jadi, pencoretan dari ISL bukanlah kiamat bagi Kediri. Justru kesempatan untuk menentukan sikap dan prioritas. Mengambil keputusan yang disesuaikan dengan kemampuan diri adalah sebuah pilihan bermartabat yang juga bisa membanggakan warga kota, meski mungkin sosok sekaliber Ahn Jung-hwan tak akan mampir lagi ke sana.

(Tatang Mahardika/JawaPos)
Baca Selengkapnya ...

Persik Pantang Menyerah Demi Eksistensi

Kediri, Kediri, Kediri, Berita Seputar Kediri dan sekitarnya
PT LI bergeming dengan keputusan tak loloskan Persik Kediri ke ISL 2015 karena problem finansial. Nasib serupa menimpa Persiwa Wamena. Pantang nyerah, Persik gugah publik dan pengusaha.

Tak ada kompromi bagi klub mana pun yang tak lolos verifikasi. Itu sikap PT Liga Indonesia (LI) demi tingkatkan mutu kompetisi sekaligus hindari bencana yang kerap guncang klub-klub di Tanah Air, terutama menyangkut finansial. Karena itu, PT LI tutup pintu Indonesia Super League (ISL) 2015 bagi Persik dan Persiwa.

PT LI bersikap tegas bukan karena diskriminasi. Ketegasan dipancang karena Persik dan Persiwa memang tak lolos versifikasi aspek finansial. PT LI putuskan ke-2 klub turun ke Divisi Utama (DU) 2015. Jika mereka pilih bubarka diri, PT LI pun tak campur tangan.

Menyusul keputusan tegas PT LI, manajemen Persik tak berdaya. Sempat ngotot tampil di ISL 2015 dengan cara gali dana dari para sponsor, PT LI bergeming. Skuad yang kadung dibentuk, bahkan baru saja juarai turnamen pramusim Piala Gubernur Jawa Timur (PGJ) 2015, akhirnya dibubarkan.

Meski begitu, bukan berarti Persik masuk liang kubur. Mereka malah tak ingin tenggelam kendati musim ini tak bisa ikut ISL. Mereka berusaha jaga eksistensi klub dan berjuang di DU 2015. Abdullah Abu Bakar, Walikota Kediri, pun minta para pengusaha di wilayahnya tergerak buat urunan hidupi tim Macan Putih.

Gayung mulai bersambut. Seruan Abu Bakar direspon positif para pecinta sepakbola Kediri. Mereka gelar pertemuan langsung dengan Abu Bakar. "Persik tak boleh lagi gunakan dana APBD. Jika memang semua sepakat, mari urunan dana demi selamatkan Persik. Kami juga gugah para pengusaha agar ikut dukung Persik," tukas Abu Bakar.

Buat realisasikan itu, Abu Bakar sarankan manajemen Persik buka rekening bank yang bisa diakses publik. Dengan begitu, dana urunan dari publik bisa langsung ditampung dalam 1 rekening. Tomi Ariwibowo, Ketua Pecinta Sepakbola Kediri, minta pimpinan daerah lebih dulu jadi teladan agar publik Kediri tergerak.

Sebelumnya, manajemen Persik sempat dapat lampu hijau dari produsen rokok PT Gudang Garam (GG) Tbk. Mereka bersedia atasi krisis dana Persik. Dalam pertemuan di Hotel Merdeka Kediri, Senin (19/1), Kepala Bidang Humas PT GG Tbk Kediri Iwhan Tri Cahyono menyatakan pihaknya siap berpartisipasi bagi Persik.

"Kami bahas 3 poin. PT GG punya tanggung jawab besar bagi negara dan bangsa terkait cukai, pajak, dan penyerapan lapangan kerja. PT GG juga punya tanggung jawab sosial yang disalurkan lewat program CSR (Corporate Social Responsibility). Saat ini, program CSR kami mengarah ke lingkungan hidup,รข€ ungkap Iwhan.

Khusus buat Persik, Iwhan tegaskan PT GG tetap siap berpartisipasi dalam batas yang wajar. Anang Kurniawan, tim manajer Persik, pun senang dan lega dengan komitmen PT GG. Berbekal komitmen itu, ia berjanji manajemen Persik bakal terus koordinasi dengan PT LI agar tim Macan Putih bisa tetap berkompetisi meski di level DU.

Data Persik
Nama: Persatuan Sepakbola Indonesia Kediri
Julukan: Macan Putih
Berdiri: 9 Mei 1950
Homebase: Stadion Brawijaya, Kediri
Kapasitas: 15.000 penonton
Ketua umum: Barnadi
Tim manajer: Anang Kurniawan
Jalur kompetisi: Degradasi dari Indonesia Super League (ISL) ke Divisi Utama (DU)
Posisi 2013: Urutan 3 DU (promosi ke ISL))

Prestasi
1999/2000: Juara Divisi II (promosi ke Divisi I)
2002: Juara Divisi I (promosi ke DU)
2003: Juara DU
2006: Juara DU
2013: Urutan 3 DU (promosi ke ISL)

Piala Gubernur Jawa Timur
Juara 2002, 2005, 2006, 2008, 2015
Baca Selengkapnya ...