Situs itu tidak lain adalah Goa Selomangleng. Berdasarkan cerita rakyat yang menyebar dari mulut ke mulut, Goa Selomangleng merupakan pesanggrahan Dewi Kilisuci, putri Prabu Airlangga dari Kerajaan Kahuripan.
Di dalam goa yang memiliki tiga ruang utama dan dua ruang tambahan inilah Dewi Kilisuci yang dikenal sebagai perempuan kedi (tidak menstruasi), menghabiskan hari-harinya dengan memuja Sang Pencipta hingga ia muksa (hilang ditelan bumi).
Goa Selomangleng adalah goa batu yang sengaja dibuat oleh manusia, bukan goa yang terbentuk dari proses alam. Selomangleng berasal dari kata selo dan mangleng yang merupakan istilah dalam bahasa Jawa. Adapun selo artinya batu, sedangkan mangleng diartikan mangklung atau menjorok keluar. Dengan kata lain, Selomangleng adalah batu yang menjorok keluar, tepat seperti bentuknya.
Dari luar terlihat ada tiga lubang goa. Lubang pertama, yang paling kecil dan sangat dangkal, mirip sebuah jendela. Diduga lubang pertama ini hanya dipakai untuk tempat pemujaan, menaruh sesaji.
Hanya perlu beberapa langkah untuk menuju ke lubang kedua, dari lubang pertama. Namun jangan terburu-buru melangkah, sebab anda akan melewatkan relief yang dipahat pada bebatuan goa yang terdapat antara lubang pertama dengan lubang kedua. Motif reliefnya seperti gelung- gelung, mirip gambar gunungan pada pertunjukan wayang kulit.
Jika pada lubang pertama, pengunjung tidak bisa masuk ke dalamnya, karena terlalu dangkal, pada lubang kedua lebih leluasa. Tepat di atas mulut goa terdapat relief dengan motif gelung-gelung juga.
Di dalam goa kedua ini terdapat tempat mirip tempat tidur, namun terbuat dari batu. Di sisi kiri ruangan juga ditemukan sebuah lubang yang gelap. Sementara sisi kanan terdapat semacam pintu yang menghubungkan dengan lubang ketiga.
Di langit-langit serta di dinding goa lubang kedua dan ketiga penuh dengan relief. Relief dalam Goa Selomangleng menceritakan kehidupan Dewi Kilisuci saat dilamar oleh Prabu Kelono Siwandono dari Kerajaan Bantar Angin.
Selain itu, juga ada relief kisah tentang Patih Buto Lohcoyo yang setia mendampingi Dewi Kilisuci. Buto Lohcoyo ini dalam cerita rakyat digambarkan sebagai manusia berbadan besar atau lazim disebut raksasa.
Sebenarnya masih banyak relief yang belum terungkap kisahnya. Sayangnya tidak semua relief jelas terlihat. Selain situasi di dalam goa yang kurang terang, relief telah tertutupi oleh asap pembakaran dupa yang melekat di langit-langit goa dengan meninggalkan warna hitam pekat.
Jika kegiatan seperti itu dibiarkan berlanjut, tidak menutup kemungkinan, seluruh relief akan berubah menjadi hitam pekat tak berbentuk. Ironis sekali.
Parahnya lagi, tangan-tangan jahil pengunjung juga tidak tinggal diam. Mereka mencorat-coret dinding goa dengan gambar-gambar yang tidak pantas. Pasti pelakunya tidak tahu makna dari peninggalan sejarah tersebut dan manfaatnya untuk masa depan.
Pengunjung bukanlah satu-satunya pihak yang patut disalahkan dalam situasi perusakan situs Goa Selomangleng. Pengelola, dalam hal ini Pemerintah Kota Kediri, memiliki andil yang tidak sedikit.
Sebagai gambaran, tidak ada papan yang menyatakan, Goa Selomangleng sebagai situs sejarah sehingga pengunjung awam memandangnya sebagai goa biasa. Dugaan itu kian menguat karena relief semakin tak terlihat.
Dengan banyaknya misteri yang tidak terungkap dari goa tersebut, seharusnya Goa Selomangleng menjadi objek penelitian yang sangat berharga bagi para ilmuan. Dan sudah sepatutnya, obyek yang sangat berharga itu dijaga sebaik-baiknya karena sulit ditemukan dan tidak pernah ada duanya.
(kompas.com). Kediri 99out of 100 Review of : VivaPersik Jumlah Voting : 9999 Orang. Kediri Kuliner Prediksi Bola Jersey