Opsi terminasi kontrak menyodorkan pilihan pemain hanya menerima dua bulan gaji, sedangkan gaji bulan-bulan sebelumnya terpaksa hangus. Itu jika pemain mengambil opsi terminasi. Jika tidak, maka pemain harus menunggu pencairan seluruh gaji tanpa ada kepastian waktunya.
“Ini pilihan pahit untuk pemain. Sebenarnya tidak ada yang bisa dipilih, karena semua sama-sama berat untuk dipilih. Namun semua tergantung pemain sendiri karena mereka juga membutuhkan uang setelah berbulan-bulan,” ujar Asisten Pelatih Persik Kediri, Andi Syukrian.
Dia menambahkan, pemain sudah cukup sengsara menunggu gaji yang tidak pernah terbayarkan. Jika harus menunggu lama lagi, maka ekonomi pemain menjadi semakin tidak pasti. Sedangkan menerima opsi terminasi kesannya seperti tidak dihargai.
“Bayangkan jika pemain tidak menerima lima bulan gaji yang kemarin telat. Itu kan berarti melanggar melanggar kontrak. Pemain merasa sangat tidak dihargai,” ujar pelatih kiper yang dekat dengan pemain ini.
Sejauh ini manajemen Persik belum berbicara kepada pemain terkait terminasi kontrak tersebut. Dengan begitu belum diketahui bagaimana sikap pemain dalam menentukan pilihan terminasi kontrak. Namun tampaknya mereka tak mempunyai pilihan lain.
Kapten Persik, Fatchul Ihya, mengatakan pemain kemungkinan besar menerima opsi tersebut. Sebagai pemain yang setengah musim tak dibayar, dirinya sudah tidak sabar menunggu pencairan gaji dari konsorsium.
“Rasanya itu pilihan lebih baik, daripada kami tidak menerima apa pun. Jumlahnya tak seberapa, tapi yang terpenting ada pembayaran,” ujar Ihya.
Sedangkan klub yang sangat tidak setuju dengan terminasi kontrak adalah Persema Malang. Manajemen Persema sejauh ini menganggap pilihan itu sangat tidak profesional dan berarti klub telah bangkrut karena tak mampu membayar keseluruhan gaji pemain.
Salah seorang manajemen Persema mengungkapkan, terminasi kontrak bakal menjadi preseden buruk bagi kompetisi Indonesian Premier League (IPL) maupun kompetisi di bawahnya. Itu menandakan klub-klub pailit karena tak bisa membayar gaji pemain.
“Sedangkan klub profesional harusnya degradasi, atau mendapat hukuman jika bangkrut. Nah, kalau terminasi kontrak diberlakukan untuk semua tim IPL dan di bawahnya, maka kompetisi sudah tidak profesional lagi,” tukas internal Persema yang enggak disebutkan namanya ini.
Selain pertimbangan profesionalisme, Laskar Ken Arok juga menilai opsi itu sangat merugikan pemain karena tidak menerima haknya dengan penuh. Sedangkan mereka dinilai telah memberikan semua kemampuannya untuk klub dalam semusim terakhir.
(sindo).